JAKARTA, METRO–Mahkamah Konstitusi atau MK secara resmi menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen. Hal tersebut berdasarkan pembacaan putusan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis (2/1).
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Kamis.
Penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ini membuat setiap partai politik dapat mengajukan calonnya tanpa harus membuat koalisi partai. Hal tersebut berdasarkan lima poin saat MK menjelaskan pertimbangan untuk menghapus ketentuan ini.
Dari lima poin pertimbangan itu, pada poin pertama Mahkamah Konstitusi menyatakan semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Hakim MK, Saldi Isra memberi contoh seperti jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30 misalnya, dalam kontestasi politik ini total pasangan capres maupun wapres harus terdapat 30 pasangan yang diusulkan oleh partai politik yang mengikuti pemilu.
Kemudian, pada poin kedua MK menyatakan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik, atau gabungan parpol peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Artinya, setiap partai politik atau gabungan parpol dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden tanpa harus memenuhi syarat persentase ambang batas. Menurut Mahkamah Konstitusi upaya ini untuk menghilangkan dominasi partai politik yang selama ini terjadi.
Hal tersebut dijelaskan oleh Saldi Isra yang menjelaskan poin ketiga, terkait adanya dominasi partai politik ini menyebabkan terbatasnya pengusungan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ujungnya, kata dia, para pemilih turut mengalami keterbatasan dalam memilih.
Sementara itu, di poin keempat pertimbangan MK, juga menjelaskan soal sanksi partai politik yang tidak mengusulkan pencalonan presiden dan wakil presiden. Saldi Isra mengatakan, sanksi yang akan diberikan kepada parpol ini berupa pelarangan dalam mengikuti pemilu pada periode berikutnya.
Adapun Saldi Isra juga memaparkan pertimbangan lain saat menentukan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen ini. Pada poin kelima, dia mengatakan perumusan rekayasa konstitusional pada perubahan UU nomor 7 tahun 2017 juga melibatkan berbagai pihak terkait. Seperti partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation.
MK lantas menyarankan kepada DPR dan pemerintah dalam merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017, untuk memperhatikan jika pengusulan pasangan calon tidak didasari lagi oleh ambang batas. Saldi mengatakan partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon, maka dapat dikenakan sanksi larangan ikut serta dalam Pilpres berikutnya.
“Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh parti politik atau, gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional,” tuturnya.
“Dalam hal ini, misalnya, jika jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30, maka terbuka pula potensi terdapat 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik peserta pemilu,” imbuh Saldi. (*)