Tekan Emisi di Sisi Pembangkitan Hingga 19 GW di 2060, PLN Siapkan Teknologi CCS/CCUS

1 month ago 59

JAKARTA, METRO–PT PLN (Persero) ber­komitmen mendukung Pemerintah Indonesia men­capai pertumbuhan eko­nomi 8% dengan memastikan pasokan energi yang andal, bersih dan berkelanjutan melalui transisi energi yang masif.

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangu­nan Nasional (PPN/Bappenas), Febrian Alphyanto Ruddyard mengungkapkan, transisi energi menjadi roda penggerak untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

“Transisi energi akan diarahkan untuk peningkatan penggunaan energi terbarukan dalam ber­ba­gai kegiatan perekonomian seperti kebijakan carbon credit, pengalihan subsidi bahan bakar fosil menuju energi terbarukan dan peningkatan penggunaan kendaraan listrik,” kata Fe­brian dalam pembukaannya pada agenda CEO Insight bertajuk “Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8%: Sinergi Infrastruktur & Tek­nologi Inovatif untuk Keberlanjutan Ekonomi”, Ja­karta (26/11).

Febrian menyampaikan, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan diperlukan juga adanya upaya dekarbonisasi dari sektor kelistrikan yang sejalan dengan komitmen Net Zero Emissions (NZE) pada 2060.

“Selain itu Indonesia juga butuh melakukan lompatan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan melalui upaya dekarbonisasi juga. Hal ini sebagaimana telah direncanakan dalam dokumen RPJPN 2025-2045 untuk melakukan upaya dekarbonisasi menuju Net Zero Emissions tahun 2060 kita membutuhkan investasi sebesar tidak kurang dari Rp794 triliun per tahun,” tambahnya.

Direktur Utama PLN Indonesia Power (PLN IP) Edwin Nugraha Putra me­ngatakan, dalam mendu­kung pertumbuhan eko­nomi 8% dan transisi energi PLN tidak hanya berfokus pada penambahan pembangkit EBT untuk memenuhi kebutuhan industri, tetapi juga menekan emisi dari pembangkit eksisting.

“Langkah menuju ke sana, PLN mempersiapkan bukan hanya pembangkit baru dengan Renewable Energy namun pembangkit-pembangkit eksisting itu juga didukung agar tetap beroperasi dengan emisi yang lebih rendah menuju Net Zero Emissions pada tahun 2060,” kata Edwin

Upaya tersebut tercermin melalui implementasi teknologi Carbon Capture & Storage (CCS) / Carbon Capture, Utilization & Sto­rage (CCUS) pada operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total kapasitas 2 GW pada tahun 2040 dan 19 GW pada tahun 2060.

“Pembangkit batu bara akan digantikan oleh pembangkit nuklir, hidro, dan geothermal. Untuk pembangkit batu bara yang masih beroperasi, emisi akan dikendalikan menggunakan teknologi CCS/CCUS,” ujar Edwin.

CCS/CCUS merupakan teknologi inovatif yang dapat membantu mengurangi emisi gas buang CO2 ke atmosfer. Teknologi ini be­kerja dengan cara memisahkan dan menangkap e­misi karbon, kemudian me­nyimpannya dalam ber­bagai bentuk penyimpanan, termasuk salah satu­nya Saline Aquifer. Di Indonesia, potensi kapasitas penyimpanan karbon pada Saline Aquifer diperkirakan mencapai 572 GtCO2.

PLN telah berkolaborasi dengan mitra nasional dan internasional yang melakukan studi pengembangan teknologi CCS/CCUS pada 5 pembangkit, seperti PLTU Suralaya Unit 1-4 kolaborasi dengan Karbon Korea Co., Ltd, PLTU Suralaya Unit 5-7 dengan PT PLN Enjiniring dan LAPI ITB, PLTU Indramayu de­ngan JERA Co., Inc. Japan dan JGC Corporation Japan, PLTGU Tambak Lorok dengan JERA Co., Inc. Japan dan JGC Corporation Japan, dan PLTU Tanjung Jati B dengan INPEX Corporation Japan.

“Kolaborasi sangat di­perlukan dalam upaya studi pengembangan CCS/CCUS karena kompleksitas yang cukup tinggi pada teknologi ini,” jelasnya.

Dalam upaya implementasi teknologi CCS/CCUS, PLN berharap industri nasional dapat tumbuh untuk menopang kebutuhan teknologi yang ada.

“Kami berharap industri dalam negeri dapat tum­buh dan menghasilkan teknologi yang dapat me­nopang inovasi pembangkit. Sehingga mampu me­wujudkan pertumbuhan ekonomi nasional 8%,” tutup Edwin.

Read Entire Article
Energi Alam | Padang | | |