JAKARTA, METRO— Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan menilai, pemilihan kepala daerah yang dilakukan serentak di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota itu mengalami anomali dan tidak masuk akal. Ia pun menyoroti banyaknya golput dan fenomena maraknya kotak kosong yang menang.
“Jadi adanya fenomena kotak kosong, apalagi kotak kosong yang kemudian menang dalam pemilihan merupakan suatu anomali dan tidak masuk akal (absurd). Menangnya kotak kosong merupakan suatu dinamika sosial politik yang harus dicermati,” kata Ahmad Irawan kepada wartawan, Selasa (3/12).
Kemenangan kotak kosong dalam Pilkada 2024 yang menjadi perhatian, terjadi di Pilwalkot Pangkal Pinang dan Pilbup Bangka, meski baru berdasarkan hasil perhitungan cepat. Menurut Irawan, fenomena kemenangan kotak kosong berpotensi merugikan negara.
“Jika memang rakyat menginginkan kepemimpinan alternatif, maka gerakan tersebut seharusnya telah dimulai dan harus ada sejak proses pencalonan. Toh ada mekanisme perseorangan (independen) jika tidak mampu dan tidak menginginkan calon yang diusung oleh partai politik,” ucap Irawan.
Irawan menjelaskan bahwa hak untuk memilih (right to vote) dan hak untuk dipilih (right to be candidate) merupakan hak konstitusional. Serta merupakan perwujudan dari kesetaraan dan partisipasi dalam hukum dan pemerintahan (equality before the law).
“Mengenai hak untuk dipilih dalam pemilihan kepala daerah, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945) telah memberikan jalan konstitusional untuk dapat dicalonkan melalui jalur perseorangan (independen) atau melalui jalur partai politik,” paparnya.
Paslon Maulan Aklil dan Masagus M Hakim yang merupakan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pangkalpinang kalah telak dari kotak kosong yang meraih 48.528 suara atau 57,98 persen. Paslon petahana itu hanya memperoleh 35.177 suara atau 41 persen. Terdapat selisih belasan ribu suara.
Sementara, pasangan bupati-wakil bupati Bangka, Mulkan-Ramadian hanya berhasil meraup 50.443 suara atau 42,75 persen, sehingga pasangan calon petahana tersebut untuk sementara kalah dari kotak kosong yang unggul dengan perolehan 57,25 persen. Irawan menyayangkan hal tersebut.
“Saya sendiri berpendapat yang dipilih dan berhak dipilih di tempat pemungutan suara dan di dalam surat suara adalah yang telah mengikuti proses pencalonan,” sebut Legislator dari Dapil Jawa Timur V itu.
Irawan menerangkan alasannya, yakni karena negara telah memberikan kesempatan yang setara dan kemudahan, baik melalalui jalur perseorangan atau melalui jalur partai politik. Sehingga tidak perlu lagi pertanyaan lanjutan untuk setuju/tidak setuju terhadap calon yang telah melalui proses demokratis.
“Meskipun untuk saat ini kita harus menghormati ketentuan konstitusional yang sedang berlaku mengenai dan keberadaan kotak kosong,” ujar Irawan.
Lebih lanjut, Irawan mengatakan, hal ini akan menjadi evaluasi bersama antara penyelenggara Pemilu, Pemerintah, dan Komisi II DPR yang membidangi urusan terkait pemilihan umum.
“Ke depan semua ini akan kita evaluasi secara holistik dan komprehensif, termasuk apakah mekanisme kotak kosong ini relevan,” pungkasnya.(jpg)