Oleh : Irwan Suwandi.SN, S.IP, MM
PENYELENGGARAN South East Asian Games (SEA Games) ke-33 di Bangkok-Chonburi, Thailand tunta ssudah. Sebanyak 1.021 atlet Indonesia sudah berjuang untuk Merah Putih. Sebanyak 333 keping medali berhasil diraih denga nrincian 91 emas, 111 perak dan 131 Perunggu. Sayang, raihan itu belum mampu mengantar Indonesia jadi juara umum. Indonesia hanya menduduki posisi Runner Up di bawah tuan rumah Thailand yang digdaya dengan torehan 499 medali dengan 233 keping diantaranya medali emas.
Sepanjang pelaksanaan SEA Games sejak tahun 1959 hingga SEA Games ke-33 yang baru berlalu, Thailand tercatat sebagai Negara tersukses dengan torehan14 kali juara umum. Posisi kedua ditempati Indonesia sebanyak 10 kali disusul Vietnam sebanyak 3 kali. Meski demikian, dalam catatan 14 kali itu, sebanyak 6 kali di peroleh Thailand di periode awal pelaksanaan SEA Games antara tahun 1959 s.d 1975. Pada periode itu, belum sekalipun Indonesia menjadi juara umum. Indonesia baru “bukapuasa” menjadi juara umum pada gelaran SEA Games ke-9 yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia tahun 1977.
Menariknya, pasca “bukapuasa” itu, Indonesia tiba-tiba mendominasi. Berturut-turut Indonesia merajai pada tahun 1979, 1981, 1983, 1987, 1989, 1991, 1993 dan 1997. Pada rentang waktu itu, hanya tahun 1985 dan 1995 Indonesia gagal menjadi juara umum. Kalah dari Thailand yang bertindak selaku tuan rumah. Artinya, hingga tahun 1997, Indonesia sukses menggeser Thailand sebagai raja Asia Tenggara dengan torehan 9 kali juara umum, sementara Thailand baru 8 kali. Sayang, Pasca SEA Games 1997 hingga sekarang, Indonesia kembali sering puasa gelar. Dari 14 kali gelaran, Indonesia hanya mampu satu kali menjadi juara umum, itu pun saat SEA Games berlangsung di Jakarta-Palembang tahun 2011.
Nah, yang perlu kita garis bawahi, dari total 10 kali Indonesia jadi juara umum SEA Games, 9 kali ditorehkan pada masa Orde Baru. Apa yang bisa kita ambil dari catatan sejarah ini?
Meski kita meraih banyak kemajuan dan kecemerlangan pasca Reformasi, akan tetapi khusus dunia olahraga, harus kita akui, Pemerintahan Orde Baru jauh lebih sukses dari pemerintahan pasca Orde Baru. Pemerintah Orde Baru sukses menjadikan Indonesia sebagai Raja Olahraga ASEAN.Sebuah posisi yang sudah seharusnya diduduki oleh Indonesia sebagai Negara dengan populasi penduduk paling besar di kawasan ini.
Sekadar perbandingan, pada tahun 2025 ini menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 286,7 juta jiwa. Jumlah itu empat kali lipat lebih banyak dari Thailand yang hanya sebesar 71,6 juta jiwa berdasarkan data dari Worldometer. Memang tak ada jaminan Negara dengan populasi lebih banyak otomatis mendominasi ajang olahraga Multi Iven seperti SEA Games. Akan tetapi dulu kita pernah begitu Digdaya di zaman Orde Baru. Dulu kita adalah Raja ASEAN. Lalu kenapa sekarang kita keok?Apa beda Indonesia zaman Orde Baru dengan Indonesia Zaman Now, khususnya dalam prestasi SEA Games?
Saya melihat perbedaan terletak pada stabilitas organisasi olahraga yang mempengaruhi stabilitas dalam pembinaan cabang-cabang olahraga (Cabor). Pemerintah Orde Baru sangat terkenal dengan doktrin stabilitas. Stabilitas diberbagai sektor baik politik, ekonomi, pertahanan keamanan, pangan dan juga termasuk olahraga. Hampir tidak pernah kita mendengar gonjang ganjing atau kasak kusuk apalagi keributan dalam pemilihan ketua organisasi olahraga bentukan pemerintah seperti Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dari pusat sampai daerah. Stabilitas kepengurusan tertata dan terjaga dengan baik dan kemudian menjalar kepada pembinaan yang tertata dan terencana. Hal ini cukup kontras dengan realitas hari ini yang hampir selalu ribut saat pemilihan ketua umum organisasi olahraga.
Organisasi olahraga kadang sudah terkontaminasi dengan kepentingan politik yang memantik perpecahan. Hal ini menyebabkan tidak optimalnya pemanfaatan potensi dan sumber daya yang ada pada cabang olahraga tersebut. Tak semua potensi dirangkul dengan alasan bukan pendukung pimpinan terpilih. Yang tidak terpilih pun, kadang tak mau berkontribusi hingga pergantian kepemimpinan periode berikutnya. Inilah yang kerapterjadi saat ini, sehingga sulit menghadirkan prestasi.

3 hours ago
3

















































