Dance Tik Tok, Virus Global Yang Menggerus Jati Diri Budaya Indonesia

2 days ago 10

Oleh: Patricia Aurella Tarigan Universitas: Brawijaya
Jurusan: Pendidikan Bahasa Inggris
(No BP : 245110500111014)

Di era digital yang ber­gerak cepat, di mana tren datang dan pergi dalam hitungan detik, Tik Tok muncul sebagai salah satu ke­kuatan budaya global terbesar abad ini. Aplikasi ini bukan sekadar platform hiburan, tetapi juga telah membentuk cara manusia berinteraksi, berekspresi, bahkan membangun identitas. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya ge­nerasi muda, TikTok telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari-la­yak­nya makan siang atau membuka pesan WhatsApp di pagi hari.

Menurut data Statista yang dilansir oleh Kom­pas.com, Indonesia saat ini memegang rekor sebagai negara dengan pengguna Tik Tok terbanyak di dunia, yakni mencapai lebih dari 157 juta pengguna. Angka ini melampaui bahkan ne­gara asal platform tersebut, yakni Amerika Serikat. Dominasi ini tentu mencerminkan betapa dalamnya pengaruh TikTok di Indonesia.

Namun, di balik popularitas yang melambung tinggi ini, terselip kekhawatiran besar: budaya lo­kal kita mulai tergeser oleh arus globalisasi digital yang datang tanpa filter. TikTok merupakan sarana umum yang dapat diakses di berbagai belahan dunia, hal ini membuat budaya masuk dengan cepat tanpa dapat difilter.

Salah satu tren terbesar di Tik Tok adalah dance challenge-sebuah tantangan menari yang viral dan ditiru oleh jutaan pengguna. Gerakannya energik, catchy, dan mudah dikuasai. Siapa pun, dari anak-anak hingga dewasa, bisa ikut serta. Namun, tak banyak yang sadar bahwa gelombang konten se­ma­cam ini mulai mengaburkan warisan budaya kita sendiri.

Remaja lebih hafal koreografý dance dari Barat dibandingkan tarian tradisional seperti Tari Pendet dari Bali atau Tari Tor-Tor dari Sumatera Utara. Fe­nomena ini bukan sekadar s­oal tarian, Ini soal identitas. Ketika generasi muda yang seharusnya mengetahui kebudayaan lokal dan turut melestarikannya tapi malah  tidak bisa me­nyebutkan satu pun nama tarian tradisio­nal dari daerahnya, namuni dengan mudah meniru gerakan dance Tik Tok yang sedang viral, kita sedang menghadapi krisis yang lebih dalam-krisis jati diri budaya.

Menurut pengamat remaja Luky Rouf, sekitar 60-70% remaja Indonesia me­ngalami FOMO (fear of missing out). Mereka merasa harus terus mengikuti tren terbaru agar tidak merasa tertinggal. Akibatnya, banyak dari mereka mengadopsi konten luar negeri secara mentah-mentah, tanpa pemahaman kontekstual, apalagi penyaringan nilai budaya. Budaya lokal semakin asing di mata anak bangsa sendiri.

Ironisnya, generasi mu­da justru merasa bangga ketika viral karena me­ngikuti tren asing. Namun, saat diminta menunjukkan gerakan tari daerah atau menjelaskan makna filo­sofis di baliknya, banyak yang merasa canggung, malu, atau bahkan tidak tahu. Padahal, tari-tarian tradisional Indonesia menyimpan makna yang da­lam, mencerminkan nilai-nilai kehidupan, spiritualitas, serta sejarah panjang peradaban bangsa. Tari-tari tradisional ini merupakan harta yang harus dijaga dan dipedulikan, khu­susnya oleh kalangan anak muda. Tari Saman, misalnya, bukan sekadar gerakan seragam, tapi juga simbol kerjasama dan kebersamaan yang sangat relevan di masa kini.

Read Entire Article
Energi Alam | Padang | | |